Cerpen: Minggu Pagi di Taman Kota

Noor H. Dee
4 min readAug 29, 2022

Setiap minggu pagi lelaki itu pergi ke taman kota, duduk di bawah pohon rindang, dan melakukan kegiatan yang dia suka: membaca novel.

Hingga suatu pagi, lelaki itu melihat seorang perempuan sedang menyibak rerumputan dengan kakinya.

Kamu sedang apa?

Perempuan itu mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah lelaki itu.

Mencari sesuatu.

Mencari apa?

Aku tidak tahu.

Lelaki itu mengernyitkan kening dan kembali membaca novel.

Minggu berikutnya lelaki itu kembali melihat perempuan itu di taman kota.

Seperti biasa, perempuan itu masih menyibak rerumputan dengan kakinya.

Minggu berikutnya lelaki itu bertemu dengan perempuan itu lagi.

Minggu berikutnya juga begitu, perempuan itu ada di sana, menyibak rerumputan dengan kakinya, seperti sedang mencari-cari sesuatu.

Hingga suatu malam, lelaki itu bertanya-tanya.

Apa yang sebenarnya perempuan itu cari? Apakah sesuatu itu sangat penting bagi hidupnya? Apakah sesuatu itu betul-betul berharga?

Lelaki itu tidak bisa tidur. Dia bangkit dari ranjang, mengenakan jaket tebal, dan mengambil senter.

Malam itu dia pergi ke taman kota.

Malam itu taman kota sudah tutup. Pintu gerbangnya sudah dikunci.

Lelaki itu menoleh ke kanan dan ke kiri, memanjat pagar besi yang tidak terlalu tinggi, dan melompat ke dalam.

Lelaki itu menyalakan senternya dan mulai berjalan.

Serangga-serangga bernyanyi di kesunyian malam.

Angin dingin berembus cukup kencang.

Sesampainya di tempat perempuan itu biasa berada, lelaki itu mengarahkan senternya ke rumput. Matanya menatap tajam ke area yang disinari lampu senter.

Beberapa lama mencari, lelaki itu tidak juga menemukan sesuatu yang berharga.

Hey!

Terdengar seseorang berteriak.

Sedang apa kamu di sini?

Lelaki itu menoleh ke belakang.

Seseorang itu adalah penjaga taman.

Aku sedang mencari sesuatu.

Mencari apa?

Lelaki itu berpikir sebentar.

Aku tidak tahu.

Penjaga taman itu menggeleng-geleng.

Taman ini sudah ditutup.

Iya, aku tahu.

Lebih baik kamu pulang sekarang.

Lelaki itu pun pulang.

*

Seminggu kemudian, lelaki itu kembali ke taman kota. Dia tidak sedang ingin membaca novel. Kedatangannya kali ini benar-benar khusus ingin menemui perempuan itu.

Ketika perempuan itu muncul di tempat biasa dan mulai menyibak rerumputan dengan kakinya, lelaki itu segera menghampirinya.

Apa yang sebenarnya kamu cari?

Perempuan tersebut menatap lelaki itu lekat-lekat dan berpikir sebentar.

Bukankah dulu kamu pernah menanyakan hal yang sama kepadaku?

Lelaki itu mengangguk.

Jawabanku masih sama seperti dulu.

Aku benar-benar tidak mengerti apa maksudmu.

Perempuan itu menghela napas berat.

Aku bingung harus jawab apa. Aku hanya merasa ada yang hilang dari hidupku. Apa itu, aku tidak tahu. Yang pasti, aku betul-betul merasa kehilangan. Alasan kenapa aku mencarinya di tempat ini, karena aku yakin sesuatu itu pasti hilangnya di sini, di sekitar sini. Aku yakin sekali.

Mengapa kamu bisa yakin sesuatu itu ada di sekitar sini?

Aku juga tidak tahu. Tapi aku percaya dengan keyakinanku sendiri. Keyakinanku tidak pernah salah. Aku yakin sesuatu itu pasti ada di sekitar sini.

Perempuan itu kembali menyibak rerumputan dengan kakinya, kembali mencari-cari sesuatu.

Aku boleh ikut mencari? Aku ingin sekali membantumu.

Boleh.

Setelah itu, mereka pun mencari bersama-sama.

Setelah seharian melakukan pencarian, mereka tidak menemukan apa-apa.

Minggu depan kita lanjutkan lagi saja.

Ya, minggu depan kita lanjutkan lagi saja.

*

Minggu berikutnya mereka kembali bertemu di taman kota dan memulai pencarian.

Hasilnya lagi-lagi nihil.

Minggu berikutnya mereka bertemu lagi. Mencari-cari lagi. Gagal lagi.

Minggu berikutnya pun begitu.

Minggu demi minggu mereka selalu bertemu.

Hingga pada suatu kesempatan, ketika sedang mencari-cari sesuatu di rumput taman kota, perempuan itu menatap lelaki itu lekat-lekat.

Mengapa melihatku seperti itu?

Perempuan itu tersenyum dan tetap menatap lelaki itu dalam waktu yang cukup lama.

Terima kasih, ya. Kamu baik sekali.

Lelaki itu menghentikan pencariannya dan menatap perempuan itu.

Kamu bilang apa?

Tidak. Tidak apa-apa.

Ketika hari mulai sore, mereka pun berpisah.

*

Minggu pagi berikutnya perempuan itu tidak muncul lagi di taman kota.

Lelaki itu berjalan-jalan mengelilingi taman kota, mencari perempuan itu.

Namun, tidak ketemu.

Minggu-minggu berikutnya perempuan itu tetap tidak muncul-muncul.

Kenapa dia tidak datang-datang lagi? Apakah dia telah menemukan sesuatu yang selama ini dia cari-cari? Kenapa dia tidak memberi tahu aku?

Ketika malam tiba, sebelum beranjak tidur, lelaki itu mengenang kembali saat-saat masih bersama dengan perempuan itu.

Saat pertama kali mereka bertemu.

Saat mereka bersama-sama menghabiskan waktu di taman kota pada setiap minggu pagi.

Saat mereka bersama-sama menyibak rerumputan dengan kaki-kaki mereka.

Lelaki itu menghela napas panjang.

Jangan-jangan … selama ini perempuan itu tidak pernah ada.

Lelaki itu tidak bisa tidur.

*

Pada minggu pagi yang cerah berikutnya, lelaki itu datang ke taman kota, duduk di bawah pohon rindang, dan melakukan kegiatan yang selama ini sudah jarang dia lakukan: membaca novel.

Lelaki itu mengangkat kepalanya dan melihat seorang pemuda sedang menyibak rerumputan dengan kakinya.

Seorang gadis mendekati pemuda itu dan bertanya.

Apa yang kamu lakukan?

Aku sedang mencari sesuatu.

Mencari apa?

Aku tidak tahu.

Lelaki itu menutup novelnya.[]

--

--

Noor H. Dee

editor buku anak | cerpenis | penulis cerita anak | manusia paruh waktu | halopenulis@gmail.com